BANDUNG | Bandungraya.co
Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar) menilai bahwa teknologi Refuse-Derived-Fuel (RDF) tidak akan efektif dalam menyelesaikan masalah sampah di Kota Bandung. Salah satu kekhawatiran Walhi adalah kurangnya proses pemilahan sampah dalam penggunaan RDF.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, menyampaikan pandangannya dalam sebuah keterangan tertulis di Bandung, yang dikutip pada Minggu, 21 April 2024.
“Walhi selama ini tidak pernah mendukung penanganan masalah sampah dengan cara pembakaran, dan penggunaan sampah sebagai RDF tidak pernah kami setujui. Teknik tersebut tidak melibatkan proses pemilahan saat memproses dan mengkompres sampah campuran menjadi RDF,” ungkapnya.
Teknologi RDF mengubah sampah anorganik menjadi partikel kecil, yang sering dibentuk menjadi pelet. Proses ini dikenal sebagai proses homogenizers. Pelet yang dihasilkan kemudian dapat digunakan dalam pembakaran sebagai pengganti batu bara untuk pembangkit tenaga listrik.
Pemerintah Kota Bandung telah mengadopsi teknologi RDF untuk mengatasi masalah sampah, terutama di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Cicukang Holis yang diresmikan pada tahun 2023. Diperkirakan akan ada 9 TPST yang menggunakan teknologi RDF.
“Ketika sampah dipadatkan dan dibakar, zat berbahaya yang terkandung dalam RDF dapat mengakibatkan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan mencemari udara dengan lebih buruk,” tambahnya.
“Ironisnya, sampah diubah menjadi RDF dan digunakan sebagai bahan bakar untuk industri. Saat ini, pemerintah telah mendistribusikan RDF ke beberapa industri, termasuk PLTU dan industri semen, yang menurut kami merupakan solusi palsu,” tegas Iwang.
Walhi Jabar berpendapat bahwa masalah sampah seharusnya diatasi dari sumbernya dengan menerapkan prinsip 3R: Reuse (memanfaatkan kembali sampah yang masih dapat digunakan), Reduce (mengurangi produksi sampah), dan Recycle (mendaur ulang sampah menjadi produk yang bermanfaat).
“Pemerintah selama ini lebih fokus pada pengadaan teknologi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dan PSEL (Pembangkit Listrik Sampah Energi). Namun, ini tidak sesuai dengan mandat Undang-Undang Pengelolaan Sampah No.18 tahun 2008 yang mendorong pengelolaan sampah dari sumber dan mengurangi sampah dengan efektif,” kata Iwang.
Walhi juga menekankan pentingnya pembatasan penggunaan kantong plastik oleh masyarakat, sambil menuntut produsen untuk bertanggung jawab terhadap kemasan produk mereka.
Sebagai anggota Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Walhi menyatakan penolakan mereka terhadap segala bentuk teknologi yang melibatkan pembakaran sampah dan menghasilkan utang yang akan memberatkan negara.(il/BDR)
Penulis : il