BANDUNG RAYA | BANDUNG
Munculnya permainan Koin Jagat, yang mengundang kontroversi, menjadi cerminan fenomena hiperealitas dalam masyarakat digital. Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Fikom Unisba), Prof. Dr. Septiawan Santana K. M.Si, mengungkapkan bahwa fenomena ini menunjukkan bagaimana dunia maya telah dianggap sebagai realitas oleh sebagian masyarakat.
Hiperealitas: Fantasi yang Menguasai Realitas
Dalam penjelasannya kepada wartawan pada Selasa (14/1/2025), Septiawan Santana menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam permainan seperti Koin Jagat lebih didorong oleh motif keasyikan, bukan uang.
“Motifnya bukan uang, tapi keasyikan. Sebagian besar masyarakat yang larut dalam permainan ini adalah kelompok yang mengalami kejenuhan dalam hidupnya,” ujar Septiawan.
Menurutnya, fenomena ini memperlihatkan bagaimana komunikasi digital telah mengubah persepsi masyarakat, sehingga dunia maya diinterpretasikan sebagai dunia nyata.
Dampak Sosial dan Kerusakan Tatanan Kota
Septiawan mengaku prihatin dengan pengaruh hiperealitas ini, yang telah berdampak pada perilaku destruktif, seperti perusakan fasilitas umum, termasuk taman kota.
“Teknologi komunikasi seharusnya disikapi hanya sebagai alat bantu, bukan lantas menjadi kehidupannya,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa jika kondisi ini terus dibiarkan, maka tidak hanya tatanan kota yang akan rusak, tetapi juga potensi kerusakan sosial lainnya akan meningkat.
Jebakan Hiperealitas
Septiawan menjelaskan bahwa hiperealitas adalah situasi di mana individu tidak lagi mampu membedakan antara kenyataan dan fantasi virtual. Dunia maya yang direkayasa menjadi lebih menarik sering kali menggantikan realitas fisik.
“Hiperealitas memicu runtuhnya realitas karena dikuasai oleh rekayasa virtual yang dianggap lebih nyata,” tambahnya.
Masyarakat yang terjebak dalam kondisi ini tidak sadar bahwa mereka telah kehilangan kemampuan untuk membedakan dunia nyata dari dunia maya.
Imbauan untuk Pemerintah dan Masyarakat
Sebagai langkah antisipasi, Septiawan Santana mengimbau pemerintah dan pihak terkait untuk segera mengatur fenomena ini, memastikan teknologi komunikasi tetap berfungsi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti realitas.
“Jika tidak diatur, kerusakan lainnya akan terus bermunculan. Teknologi komunikasi harus diposisikan dengan bijak,” pungkasnya.
Fenomena Koin Jagat menjadi peringatan tentang bagaimana masyarakat harus lebih kritis dan bijaksana dalam memanfaatkan teknologi di era digital ini. (Rb/Fj)