TANGERANG | Bandungraya.co
Dosen dan Para Mahasiswa serta Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan (STIH PAINAN) pada Sabtu 22-23 Juni 2024 melakukan penelitian ilmiah dan napak tilas di Kampung Adat Cirendeu, Kampung Cirendeu, Desa Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi Jawa Barat.
Mahasiswa – mahasiswi yang turut serta dalam penelitian ilmiah di kampung adat itu yakni, Kelas Karawaci, Kelas Cikupa dan Kelas SPSI Bekasi. Dengan di motori oleh Desen pembimbing Mata KuliaH Hukum Adat Ayu Larasati, SH, MH dan Salmah Husen, SHI, MH.
Bertemakan “Tinjauan Konsistensi Ketahanan Pangan Pada Masyarakat Kampung Adat Cirendeu” banyak hal dan ilmu yang di dapat dari penelitian tersebut.
Dosen Pembimbing Ayu Larasati menjelaskan, Kampung Adat Cirendeu dipilih sebagai objek penelitian karena keunikannya, masyarakat adat di sana tidak mengonsumsi padi (Beras) selama ratusan tahun, melainkan singkong (rasi). Ketahanan pangan mereka masih terjaga hingga kini.
“Kegiatan yang dilakukan mahasiswa/i beragam. Pada hari pertama, kami melakukan napak tilas ke Kampung Adat yang terletak di Hutan Panutupan. Perjalanan memakan waktu sekitar 3 jam pulang-pergi, melewati bukit-bukit dan kebun tanpa alas kaki,” ujar dikutip wartawan, Jumat (28/6/24).
Pengunjung, sambung Laras, tidak diperbolehkan memakai baju berwarna merah untuk menjaga tradisi alam. Kepercayaan disini pun mayoritas sunda wiwitan yang mana mereka percaya Tuhan untuk menjaga alam.
“Kami berdiskusi dengan Kang Jajat sebagai ketua adat, untuk mengupas tentang sejarah Kampung Adat Cirendeu. Mahasiswa dapat bertanya langsung kepada sesepuh adat, karena pada hari pertama mereka menganalisis lingkungan dan ketahanan pangan, sehingga rasa ingin tahu mereka sangat besar,” paparnya.
Laras menguraikan, setelah berbincang dengan ketua adat, dan banyak pelajaran yang didapat. Adat-istiadat yang diturunkan secara turun temurun menjadi daya tarik pengunjung. Secara adat, masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman dahulu.
Menurut Ketua Adat, terang Laras, konsep yang terbagi menjadi tiga bagian itu terkait dengan penggunaan lahan. Konsep yang diwariskan secara turun-temurun ini, yaitu: Leuweung Larangan (hutan terlarang), yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pohonnya dengan tujuan untuk menyimpan air guna memenuhi masyarakat adat Cireundeu.
Leuweung Tutupan (hutan reboisasi), yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi. Masyarakat dapat menggunakan pohon dari hutan tersebut, namun mereka harus menanam kembali dengan pohon baru dalam hutan yang memiliki luas sekitar dua hingga tiga hektare.
“Leuweung Baladahan (hutan pertanian), hutan dapat digunakan untuk berkebun oleh masyarakat Cireundeu, biasanya ditanamani jagung, kacang tanah, singkong, ketela, dan umbi-umbian,” imbuhnya.
Kemudian, ungkap Laras, pada hari kedua, diadakan workshop tentang UMKM masyarakat adat Cirendeu, yakni tata cara mengelola singkong yang menjadi bahan pokok utama. Mulai dari mengupas, memarut, menyaring, menjemur, hingga mengolahnya menjadi berbagai jenis makanan.
“Kreativitas ibu-ibu di lingkungan ini terjaga dengan baik. Singkong bisa diolah menjadi berbagai produk seperti beras rasi, dendeng, cemilan, dan lain-lain yang dapat dijual sebagai tambahan penghasilan bagi ibu-ibu. Kami juga mencoba melihat proses demi proses pembuatan makanan pokok tersebut,” jelasnya.
Sebagai dosen mata kuliah Hukum Adat, Laras mengaku sangat senang dapat mengajak mahasiswanya secara langsung meneliti Kampung Adat Cirendeu, yang sangat unik dan asri. Ketua Adat Kang Jajat merasa senang kedatangan para mahasiswa yang ingin belajar tentang pengelolahan singkong hingga menjadi makanan yang beranekaragam.
“Tentunya, saya selaku dosen hukum adat sangat berterima kasih dan apresiasi kepada sesepuh kampung adat cirendeu serta warga setempat yang telah menyambut baik kami untuk melakukan studi ilmiah. Juga terima kasih kepada para mahasiswa dan mahasiswi yang ikut andil dalam melakukan penelitian ini, kita bisa belajar ke tempat nya langsung, ternyata bahwa kita NKRI kaya akan aneka ragam budaya, salah satunya di suku adat cirendue ini,” pungkas Laras.(fj/dam)