BANDUNG RAYA | BANDUNG
Panitia Khusus (Pansus) 3 DPRD Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Reklame. Anggota Pansus 3, Asep Robin, menegaskan bahwa aturan ini harus mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak serta berfungsi sebagai landasan hukum yang dapat diterapkan dalam jangka panjang, bahkan lebih dari 20 tahun.
“Di sini ada dua sisi yang harus diakomodasi. Pertama, penataan reklame, dan kedua, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dua aspek ini seringkali bertolak belakang, sehingga perlu dicari keseimbangan agar keduanya bisa berjalan dengan baik,” ujar Asep Robin.
Tarik Menarik antara Penataan dan PAD
Menurut Asep, jika PAD lebih diutamakan, maka aspek penataan reklame bisa terganggu. Sebaliknya, jika prioritas diberikan pada estetika kota, maka pemasukan daerah dari sektor reklame berpotensi menurun. Oleh karena itu, seluruh anggota dewan perlu menyamakan persepsi dalam pembahasan ini.
Tahapan pembahasan Raperda ini dilakukan melalui berbagai metode, termasuk Focus Group Discussion (FGD), konsultasi, studi banding, serta pembahasan mendalam mengenai rancangan aturan tersebut.
Ribuan Reklame Tidak Berizin
Asep mengungkapkan bahwa berdasarkan investigasi yang dilakukan Pansus 3, terdapat lebih dari 1.000 titik reklame yang tidak memiliki izin resmi.
“Melihat kondisi ini, penataan reklame harus segera dilakukan, tetapi tetap mempertimbangkan peningkatan PAD,” tegasnya.
Salah satu usulan yang muncul adalah penerapan sistem by tayang, di mana pengusaha dapat langsung memasang reklame setelah membayar biaya tertentu, tanpa harus mengurus perizinan yang berbelit.
“Sistem ini memang dapat meningkatkan PAD, tetapi juga berisiko menimbulkan pemasangan reklame yang tidak tertata dengan baik, karena dalam satu malam bisa langsung muncul banyak reklame,” jelas Asep.
Belajar dari Jakarta dan Semarang
Dalam studi banding ke Jakarta, Asep melihat bahwa penataan reklame di ibu kota sudah lebih tertata dengan baik, di mana reklame tidak lagi dipasang sembarangan. Hal serupa juga diterapkan di Semarang, yang tidak mengizinkan pemasangan reklame di berm atau area pembatas jalan.
“Kita ingin semangat yang sama diterapkan di Kota Bandung, yakni reklame yang tertata rapi dan tidak semrawut. Peraturan yang baru ini harus lebih baik dari sebelumnya,” tegasnya.
Asep berharap bahwa dengan adanya Raperda ini, Kota Bandung dapat memiliki tata kelola reklame yang lebih indah, sekaligus tetap meningkatkan pendapatan daerah.
“Semangat kita adalah menciptakan penyelenggaraan reklame yang lebih baik di Kota Bandung, baik dari sisi estetika maupun PAD,” pungkasnya.