BANDUNG RAYA | BANDUNG
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat mengadakan acara Members Gathering dan Diskusi Publik mengenai Kepastian Hukum Struktur dan Skala Upah di Hotel Luxton, Bandung, pada Minggu (20/10). Acara ini membahas isu penting seputar kebijakan Gubernur yang berkaitan dengan penetapan besaran Struktur dan Skala Upah (SUSU) bagi pekerja, yang telah menjadi perdebatan hangat di Jawa Barat.
KepGub No. 561/Kep.874-Kesra/2021 dan KepGub No. 561/Kep.882-Kesra/2022 tentang Penyesuaian Upah bagi Pekerja dengan Masa Kerja Satu Tahun atau Lebih dianggap sebagai penyebab ketidakpastian hukum dalam dunia usaha. Apindo Jabar telah mengajukan langkah hukum terkait kedua kebijakan ini, di mana gugatan terhadap KepGub pertama dimenangkan di Mahkamah Agung. Namun, gugatan terhadap KepGub kedua mengalami kekalahan, meskipun terdapat KepGub Jabar No. 188.44/Kep.783-Kesra/2023 yang mencabut kedua kepgub sebelumnya.
Narasumber dan Pendapat
Diskusi menghadirkan narasumber kunci, termasuk Boyamin Saiman (Ketua MAKI) dan Ahmad Redi (Ahli Hukum Tata Negara). Ahmad Redi menyatakan bahwa kedua KepGub tersebut bermasalah secara hukum. Menurutnya, UU Cipta Kerja secara jelas menyatakan bahwa pengusaha adalah satu-satunya entitas yang berwenang untuk menyusun SUSU. Ia mengingatkan bahwa PP No. 36 Tahun 2021 dan Permenaker No. 1 Tahun 2017 juga menegaskan hal ini, yang menunjukkan bahwa tindakan Gubernur melampaui kewenangannya dan merupakan penyalahgunaan wewenang.
Ahmad menekankan bahwa keputusan untuk menetapkan SUSU di kisaran 6,12% hingga 10% adalah kesalahan substantif karena tidak mengikuti formula yang diatur dalam Permenaker.
Kritik terhadap Putusan Kasasi
Boyamin Saiman menyoroti adanya kontradiksi dalam putusan kasasi yang berbeda mengenai tema yang sama. Ia mengingatkan bahwa kedua KepGub sudah dicabut, sehingga objek hukum tidak ada lagi. Ia menyarankan perlunya judicial review terhadap Pasal 90A UU Ciptaker untuk melindungi hak pengusaha.
Dampak Terhadap Dunia Usaha
Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu, menekankan bahwa persaingan dunia usaha semakin ketat, dan tingginya UMK di Jawa Barat dapat mengurangi daya saing. Ia mencatat bahwa Jawa Barat menjadi tujuan investasi terbesar, tetapi banyak perusahaan yang memilih untuk relokasi atau bahkan tutup. Data menunjukkan bahwa dari 2019 hingga 2022, ada 29 perusahaan padat karya yang relokasi ke Jawa Tengah, dan pada 2023, lima perusahaan besar tutup, mempengaruhi lebih dari 15.000 karyawan.
Ning juga mengimbau para pengusaha untuk tidak mengikuti aturan yang dianggap salah, karena hal ini dapat menyebabkan lebih banyak pabrik yang tutup. Ia meminta agar politisasi dalam dunia usaha dihentikan, agar tidak menambah ketidakpastian hukum yang sudah ada.
Kesimpulan
Diskusi ini menyoroti tantangan yang dihadapi pengusaha di Jawa Barat akibat kebijakan pengupahan yang dianggap melanggar ketentuan hukum. Ada harapan agar kebijakan yang lebih jelas dan edukasi mengenai regulasi dapat diterapkan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik, serta mengurangi ketidakpastian yang mengganggu operasional bisnis.(Rb/Fj)